Minggu, 12 Oktober 2014

Makalah Kearifan Lokal Orang Bugis



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebelum masyarakat bugis mengenal islam mereka sudah mempunyai “kepercayaan asli” (ancestor belief) dan menyebut Tuhan dengan sebutan ‘Dewata SeuwaE’, yang berarti Tuhan kita yang satu. Bahasa yang digunakan untuk menyebut nama ‘Tuhan’ itu menunjukkan bahwa orang Bugis memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara monoteistis. Menurut Mattulada, religi orang Bugis masa Pra-Islam seperti tergambar dalam Sure’ La Galigo, sejak awal telah memiliki suatu kepercayaan kepada suatu Dewa (Tuhan) yang tunggal, yang disebut dengan beberapa nama : PatotoE (Dia yang menentukan Nasib), Dewata SeuwaE (Dewa yang tunggal), To-Palanroe (sang pencipta) dan lain-lain.
Kepercayaan dengan konsep dewa tertinggi To-Palanroe atau PatotoE, diyakini pula mempunyai anggota keluarga dewata lain dengan beragam tugas. Untuk memuja dewa–dewa ini tidak bisa langsung, melainkan lewat dewa pembantunya. Konsep deisme ini disebut dalam attoriolong, yang secara harfiah berarti mengikuti tata cara leluhur. Lewat atturiolong juga diwariskan petunjuk–petunjuk normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Raja atau penguasa seluruh negeri Bugis mengklaim dirinya mempunyai garis keturunan dengan Dewa–dewa ini melalui Tomanurung (orang yang dianggap turun dari langit/kayangan), yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti kerajaan yang ada.
Kepercayaan orang Bugis kepada “Dewata SeuwaE” dan “PatotoE” serta kepercayaan “Patuntung” orang Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas-bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (boting langi), dunia tengah (lino atau ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (peretiwi). Tiap-tiap dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan manusia.
Selain Islam, kepercayaan suku Bugis lainnya adalah sistem kepercayaan To Lotang. Sistem kepercayaan To Lotang memiliki penganut sebanyak 15 ribu jiwa. Masyarakat yang menganut sistem kepercayaan To Lotang tinggal di wilayah Amparita, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang. Sistem kepercayaan To Lotang didirikan oleh La Panaungi. Kepercayaan ini ada karena pendirinya mendapatkan ilham dari Sawerigading. Sawerigading adalah jenis kepercayaan yang memuja Dewata SawwaE. Kitab suci bagi penganut sistem kepercayaan ini adalah La Galigo. Isi yang terkandung dalam kitab tersebut diamalkan turun-menurun secara lisan dari seorang uwak atau tokoh agama kepada para pengikutnya. Sistem kepercayaan ini memiliki tujuh orang tokoh agama, yang diketuai oleh seorang Uwak Battoa. Sementara itu, tokoh agama yang lain mengurusi hal-hal mengenai masalah sosial, usaha tanam, dan penyelenggaraan upacara ritual.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam hubungan manusia dengan Tuhnnya menurut kepercayaan Toani Tolotang dan Amma Toa?
2.    Apakah nilai luhur yang terkandung dalam hubungan manuisa dengan diri sendiri dalam kepercayaan Toani Tolotang dan Amma Toa?
3.    Bagiamana nilai luhur yang terlkandung dalam hubungan sesama manusia menurut kepercayaan Toani Tolotang dan Amma Toa?
4.    Apakah nilai luhur yang terkandung dalam hubungan manusia dengan alam, pada kepercayaan Toani Tolotang dan Amma Toa?

C.  Tujuan
1.    Agar kita dapat mengenal aliran kepercayaan Toani Tolotang dan Amma Toa yang ada di sulawesi selatan.
2.    Mengetahui ajaran budi luhur yang terkandung dalam kedua aliran kepercayaan tersebut.
3.    Dapat menambah khasanah keilmuan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Nilai-nilai yang Terkandung dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
1.    Kepercayaan Toani Tolotang
Ajaran Toani Tolotang tentang pandangan ke-Tuhanannya mengakui adanya Tuhan sebagaimana pula pengakuan dari agama lain, dan bagi ajaran Tolotang yang diakui Tuhan adalah “Dewata SeuwaE (Tuhan yang Maha Esa) yang bergelar PatotoE. Keyakinan Toani Tolotang mempunyai dasar kepercayaan lima iman dan empat rukun, yaitu:
1)   Iman atau Yakin (Teppe; Bugis)
a.    Percaya adanya Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa)
Dewata SeuwaE sebagai istilah atau penamaan yang diberikan kepada Tuhan mereka, akan lebih jelas jika dikaitkan dengan sifat-sifatNya, yaitu tidak berbentuk dan jasad yang dimilki makhluk. seuwaE juga menyataka sifat Tuhan mereka yaitu Esa, tunggal. Sifat-sifat lain yang dipandang sifat Tuhan mereka ialah; Maha Kuasa, maha mengetahui, maha berkehendak, maha adil, hidup terus, maha tegas, maha pemberi, tentang tenpat (bersemayam) Tuhan dikatakan berada di tempat yang Maha Tinggi.
Keyakinan Tolotang sebagai ajaran yang dibaw oleh Sawerigading dan La Panaungi, sebagaimana dijelaskan oleh Wa’Samang (Wa Battowa) yang dikutip oleh Lahmuddin Nur Percaya adanya Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa) disebutkan “Mappancaji tenri pancaji, makkelo tenri pakkelo, naita mata tennaita mata iya maneng makkelori artinya “Pencipta, DIA ada dengan sendirinya (tidak dilahirkan), kuasa dan tidak dikuasai, segala yang nampak maupun yang gaib adalah atas kekuasaannya.[1]
b.    Percaya Adanya Hari Kemudian (Lino Paimeng) dan adanya Akhirat
Karena percaya adanya hari kemudian, mereka mempunyai prinsip bahwa manusia akan dibalas oleh Dewata SeuwaE (PatotoE) sesuai dengan karyanya semasa hidup di dunia. Kalau mereka selalu berbuat kebajikan terhadap sesamanya, maka akan dibalas pula dengan kebajikan, sebaliknya jika hanya berbuat karya yang tidak baik maka akan dibalas pula.[2]
Kepercayaan Toani Tolotang juga mengenal akan terjadinya hari kiamat yang akan membawa manusia kepada kehidupan abadi di lino Paimeng. Tidak dijumpai adanya konsep tenyang neraka, nasib manusia di Lino Paimeng akan sangat tergantung pada hasil laporan Uwatta kepada dewata SeuwaE tentang keadaan manusia itu dalam hidup di dunia ini. Lipu Bonga adalah nama tempat yang disediakan Dewata SeuwaE untuk manusia yang taat dan patuh kepada ajaran-ajaran Toani Tolotang.[3]
c.    Percaya adanya yang Menerima Wahyu dari Dewata SeuwaE
Hal percaya adanya menerima wahyu dari Dewata SeuwaE di kalangan penganut-penganut tertentu keyakinan Tolotang dalam kepercayaan kepada Nabi, hanya mempergunakan istilah bahwa ia mempercayai adanya di kalangan mereka yang pernah menerima “Sadda” artinya suara dari Dewata SeuwaE. Dan peristiwa ini dianggapnya sebagai suatu perintah dari Dewata SeuwaE, kepada yang menerima “Sadda” yaitu Sawerigading. Selanjutnya pula setelah Sawerigading ini dan pengikut-pengikutnya telah musnah sebagai manusia yang pertama maka diakui bahwa ajaran-ajaran yang dibawanya itu dianjurkan oleh Lapanaungi.
d.   Percaya adanya Kitab-Kitab Suci
Percaya adanya kitab suci, menurut Toani Tolotang bahwa sebagai kitab suci mereka adalah Lontara karena di dalamnya tertera petunjuk-petunjuk tentang jaran dan tradisi yang harus dilaksanakan oleh setiap pengikut keyakinan Toani Tolotang yang telah diajarkan oleh Sawerigading dan Lapanaungi, Lontara itu merupakan sebagai suatu pedoman hidup bagi mereka, sebab di dalamnya itu membicarakan ke jadian-kejadian baik terhadap manusia maupun alam. Hal ini dapat dilihat dalam sure’ Galigoe yang banyak mengisahkan tentang Mula Tauwe. Adapun yang terkandung dalam lontara tersebit adalah sebagai berikut:
1)      Mula Ulona Batara Guru yang mmemuat cerita tentang rencana PatotoE menempatkan Batara Guru di bumi yang kosong.
2)      Ri tebbanna Walenrengnge, yaitu cerita tentang keistimewaan kayu (pohon) walenreng yang kemudian ditebang oleh Sawerigading untuk dibuat perahu.
3)      Taggilinna SinapatiE, yang menceritakan perubahan situasi dunia yang telh kosong kembali setelah musnah dan menempatkan kkembali manusia di dunia ini.
4)     Appongenna Toani Tolotang, menerangkan tentang asala mula penganut kepercayaan Toani Tolotang.      
Selain kitab lontara yang merupakan pedoman bagi penganut kepercayaan Toani Tolotang, masih terdapat Paseng dan Pemali yang merupakan sumberdari ajaran-ajaran tentang nilai dan moral.
2)   Rukun, yakni;
a.    Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Dewata SeuwaE
b.    Melakukan kewajiban Toani
c.    Memberikan sosial (gotong Royong) sebagaimana diungkapkan “Rebba Sipatokkong mali siparappe”.
d.   Berdoa (marellau).
2.    Kepercayaan Amma Toa
Masyarakat Amma Toa pola-pola tingkah lakunya terbentuk secara komulatif pada zamannya yang lampau. Generasi di belakangnya memperoleh sebagai ide-ide tradidionalnya. Ide-ide ini mengandung sejumlah nilai yang mempengaruhinya ketika membuat keputusan dalam mengahadapi situasi tertentu. Dia dapat mengetahuinya oleh karena dia mendengar dan melihat dari orang tuanya. Berapa banyak yang dilihat dan yang  didengarnya tergantung pada nilai-nilai mana yang dihidupkan dan dipelihara dalam lingkungannya. Nilai-nilai ini merupakan warisan budaya karena mempunyai bersama dan dialihkan bersama. Ia dihargai dan dihormati oleh masyarakatnya. Ia mengatur kepatutan bagi permepuan dan laki-lakinya, bagi anak-anak dann orang tuanya.
Nilai-nilai Pasang itu diciptakan karena dimuliakan oleh leluhur mereka sebagai peletak dasar masyarakat dan kebudayaan Amma Toa. Kemudian dialihkan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Dalam usaha mewariskannya mereka mansehatkan atau memesankan nasehat dan pesan-pesan itu. Kadang-kadang berupa ungkapan, kata-kata, hikmah, petuah, pedoman, petunjuk hidup yang diwajibkan demi kebahagiaan dunia akhirat. Semua sifat dan tingkah laku yang dimaajukan, memberikan bahwa ia adalah terpuji dan mulia. Pasang diwariskan turun-temurun dari Amma Toa I dan Amma Toa kepada masyarakatnya oleh orang tua kepada anak atau cucu, kakak kepada adiknya, suami kepada istrinya sebenarnya berfungsi mengingatkan Pasang berarti wasiat yang dipertaruhkan tentang keharusan dan pantangan. Orang yang memelihara/ patuh pada pasang akan selalu terpandang kepada masyarakat, dan dicatat oleh pemangku adat kelak dapat disucikan oleh Amma Toa di dalam hutan, dimana orang luar meneyebut naik haji (suci) yang diadakan sekali setahun atau sekali 3 tahun atau tujuh tahun dan biasanya yang sudah berumur lebih 40 tahun, sebaliknya mereka yang tidak mengindahkan akan menanggung sangsi sosial yang sangat besar, namanya tercemar dan kedudukan sosialnya menjadi rendah sehingga sukar untuk kembali buat meraih  kembali nama baiknya. Pelanggaran kriminal biasanya diserahkan biaanya diserahkan kepada yang berwajib, sedang pelanggaran yang sifatnya bukan kriminal ditangani langsung oleh Amma Toa sendiri. Hukuman yang diberikan sebagai berikut:
1.    Cappa babbala : hukuman ringan dengan denda 22 ringgit (real).
2.    Tangnga babbala : hukuman sedang 40 sampai 44 ringgit (real).
3.    Poko babbala : hukuman berat dengan denda 120 ringgit (real).
Kalau ada yang mencuri maka dibakarlah passau (linggis) bila betul-betul bersalah maka ia akan terbakar, tetapi kalau tidak bersalah maka dia akan merasa dingin tidak merasakan apa-apa.[4]
       Disamping ajaran kesederhanaan ini nampak adanya nilai luhur antara hubungan manusia dengan Tuhannya, mereka percaya ketidaksederhanaaan dapat membuata orang lupa akan Tuhannya. Hidup mewah membuat manusia memilki banyak tuntunan hidup artinya membuka banyak penyelewengan. Mereka yakin selama manusia hidup sederhana selama itu tidak akan terjadi penyelewengan.
B.  Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
1.      Kepercayaan Toani Tolotang
Bagi penganut Tolotang nilai luhur dimaksud terdapat dalam wejangan, nasehat yang disampaikan oleh para pemimpin (Uwatta), yaitu:
a)      Tattang (konsekuen), maksudnya setiap tindakan harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. Prinsip ini mendatangkan kebaikan bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga berakibat baik bagi orang lain.
b)      Lempu (jujur), yang mengandung 4 unsur, yakni: lempu ri Puangnge, jujur terhadap diri sendiri,jujur terhadap sesama manusia, dan jujur terhadap binatang dan tumbuhan.
c)      Tongeng (benar): penganut Toani Tolotang senantiasa memegang teguh kebenaran.
d)     Temmapasilaingeng (adil): senantiasa berlatih sabar dan tabah pada tempatnya dan tidak berat sebelah. Pelaksanaannya didasarkan atas kemampuan seseorang, dengan anggapan bahwa semua orang dapat berbuat sama.
Selain wejangan atau nasehat bagi penganut kepercayaan Toani Tolotang juga berpedoman beberapa larangan dengan menjauhkan diri dari membunuh, berjudi, makan babi, berzinah, pemerasan, penganiayaan sesama makhluk, menghina agama/ keyakinan orang lain, mencuri dan lain-lain. Sangsinya barang siapa yang tidak mengindahkan larangan tersebut akan mendapat hukuman dari Dewata SeuwaE, baik di dunia maupun di akhirat atau di hari kemudian.
2.      Kepercayaan Amma Toa
Setiap masyarakat Amma Toa semasa hidupnya berusaha menjadi patuntung (menuntungi) yang mencari, menuntut, menghayati, mengamalkan Pasang (kalau berhasil maka ia dapat memberikan tuntutannya kepada orang lain). Jujur, tegas, sabar, pasrah merupakan nilai-nilai baku. Kejujuran adalah nilai yang dianggap pokok setiap orang apakah dia manusia biasa, anggota adat, pejabat pemerintahan, petugas agama dan sebagainya. Mereka berlomba untuk mencapai mmenuntungi, nilai luhur yang baku itu. Kepatuntungan merupakan salah satu syarat utama untuk menjadi Amma Toa, pemangku adat, pimpinan pemerintahan dan jabatan-jabatan sosial lainnya, serta untuk berstatus dalam masyarakat. Nilai-nilai baku tersebut adalah:
a.    Lambusunu ji nu karaeng (karena kejujuranmu kau jadi raja).
b.    Rigattangnuji nu ada (karena ketegasannmu kau jadi adat).
c.    Risabbaranuji nuguru (karena kesabaranmu kau jadi guru).
d.   Apisonanuji nu sanro (karena kepasrahanmu kau jadi dukun).
Nilai-nilai baku tersebut melembaga dan disebut (empat penggantung bumi dan empat penopang langit). Disamping nilai-nilai luhur yang masih ada lagi, yaitu adil dalam pengerian ini harus berlaku adil kepada siapapun.
C.  Nilai Luhur yang Terkandung dalam Hubungan Sesama
Dalam hal ini kewajiban sesama manusia, meliputi:
1.    Cinta kasih terhadap sesama manusia, dapat berupa membantu yang sedang memerlukan pertolongan, menolong yang sudah, menyumbang yang kurang, membela yang lemah dan memberi petunjuk serta bimbingan pada kebahagiaan hidup lahir dan batin.
2.    Topa salira, maksudnya tenggang rasa satu sama lainnya
3.    Ulat: ulat dan ucap yang baik
4.    Musyawarah mufakat.
1)      Kepercayaan Toani Tolotang
Pribadi dalam Keluarga
      Penganut keprcayaan Toani Tolotang mempunyai kewajiban terhadap sesama manusia, yakni:
a.       Menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan
b.      Memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang-orang tersesat, dala bahasa bugis “Patiroangngi deceng padamu rupa tau” artinya: memberikan petunjuk yang baik kepada sesama manusia.
c.       Sieloreng madeceng tessieloren maja ripadaat rupa tau” aartinya saling menginginkan kebaikan dan tidak menginginkan kejelekan terhadap sesama manusia.
Bagi masyarakat Toani Tolotang, mendidik anak bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam bahasa bugis “tomatoanna jellorengi laleng anak na mangolo ri puangnge”, artinya orang tuanyalah yang berkewajiban menunjukkan jalan kepada anaknya untuk menghadapkan diri kepada Dewata SeuwaE.

Pribadi dalam Masyarakat
            Dalam ajaran Toani Tolotang, sehubungan dengan hubungan terhadapa sesama manusia, dapat kita lihat pada “Tudang Sipulung” maksudnya duduk berkumpul untuk melakukan upacara ritual tertentu guna memohon keselamatan bersama atas terjadinya suatu malapetaka dan keadaan kritis. Biasanya upacara tudang sipulung dilakukan pada malam hari. Adapun tata cara pelaksanaan ibadah Toani Tolotang “Tudang Sipulung” (musyawarah), meliputi:
a.       Sipulung Pattaungeng.
Pelaksanaan Sipulung Pattaungeng dilakukan bilamana akan panen, setiap tahunnya di rumah Uawatta selama sehari semalam sebagai suatu kewajban bagi para penganutnya sebagai tanda syukur kepada Dewata SeuwaE atas nikmat atas nikmat yang diberikan terhadap hambanya.
b.      Sipulung Norem Pine.
Dilaksanakan apabila tiba waktunya akan menghambur bibit, maka diadakan musyawarah (sipulung) membicarakan bibit apa yang cocok ditanam tahun yang bersangkutan, juga dimaksudkan untuk memohon kepada Tuhan agar waktunya dapat berhasil.
c.       Tudang Sioesso (Duduk sehari)
Dilakukan apabila ada hal penting yang terjadi dalam kampung, misalnya tanaman diserang hama, penyakit merajalela, dilanda kekeringan dan lain sebagainya. Maksudnya tudang siesso adalah berdoa kepada Dewata SeuwaE agar peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kampung tidak berkepanjangan.
Selain itu  ada juga kegiatan lain yaitu “sipulung” artinya berkumpul, yakni sejenis upacara ritual tertentu sekali setahun di sekitar kuburan I Pabbere di Parri Nyameng. I Pabbere adalah pemimpin rombingan Toani yang hijrah dari Wani Kabupaten Wajo ke Amparita Kabupaten Sidenreng.
Pribadi dalam Hubungan dengan Pemimpin/ Negara/ Bangsa
Dalam kesempatan berjumpa Uwa Laja, didalam hubungan pribadi penganut Toani Tolotang dengan pemimpin/negara/bangsa, dijelaskan bahwa pemerintah bertugas mengurusi negara dan bangsa yang mnegurusi kita untuk mencapai tujuan negara kita. Baginya  merupakan suatu kewajiban dalam menaati perintah oleh para pemimpin dalam segala hal, misalnya di bidang pertanian, pajak dan lain-lain.
2)      Kepercayaan Amma Toa
Pribadi dala Keluarga
a.       Pembinaan keluarga sejahtera
b.      Ketentraman budi luhur dan batin
c.       Kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat
d.      Manunggal dalam kenyataan Tuhan.
Pribadi dalam Masyaraka
a.       Abbulo sipappa, alemo sibatu
b.      Sallu riajoa mulu ri adahang
c.       Tallang sipahua, manyu siparampe
d.      Mate siroko, bunting sipabasa
Nilai luhur yang terkandung didalamnya ialah, gotong-royong, kesatuan, persatuan, keadilan sosial. Disisni kita dapat melihat bahwa masyarakat Amma Toa adalah Pancasila.
Pribadi dalam hubungan dengan Pimpinan Negara /bangsa
Bagi masyarakat Amma Toa kepatuhan kepada pemerintah telah dibuktikan pada perlawanan dengan DI/TII karena pemerintah memusuhi DI/TII masyarakat tersebut juga mengadakan perlawanan. Kepatuhan tersebut dinyatakan dalam pasang. Mereka, pemerintah adalah Tuhan yang terdekat di dunia, yang selalu memikirkan kepentingan rakyat kecuali dalam tidur.
D.    Nilai-Nilai lLuhur yang Terkandung dalam Hubungan Manusia dengan Alam
1.      Kepercayaan Toani Tolotang
Sebagaimana diketahui bahwa alam ini diciptakan oleh Dewata SeuwaE untuk tempat bagi seluruh makhluk terutama manusia sebagai wakil Dewata SeuwaE di dunia. Kepercayaan yang demikian dapat kita lihat dari berbagai wejangan, nasehat atau pasang serta larangan-larangan yang erat kaitannya dengan alam, misalnya dalam lontara disebut “Itebbanna Welenrsngnge” dimana PatotoE melarang memusnahkan alam, yang berbunyi “Jangan merusak kayu-kayuan atau binatang”. Ini didasarkan pada waktu ditebangnya pohon welenrengnge sehingga PatotoE sangat murka terhadap perbuatan itu.
Pengetahuan alam atau flora oran bugis, amat banyak sesuai dengan tingkat berpikir mereka secara totalitas. Satu hal yang  masih cukup mendapat perhatian di kalangan orang Bugis termasuk masyarakat Toani Tolotang, yang sehubungan dengan binatanga yakni kucing, kucing adalah binatang piaraan yang dianggap suci oleh penduduk sehingga harus diperlakukan secara wajar, terutama kaum tani.
Sehubungan dengan alam fauna, maka berbagai obat dan cara pengobatan mulai dikenal sejak adanya peradaban manusia yang dikaitkan dengan kepercayaan dan kekuatan gaib nenek moyang. Berbagai ramuan obat untuk menyembuhkan penyakit.
2.      Kepercayaan Amma Toa
Dalam kepercayaan Amma Toa terdapat atu anggapan bahwa alam raya ini sifatnya sakral dan memilki nilai spiritualnya sendiri, sebagaimana tercermin dalam aneka agama asli. Dalam pelaksanaan budi luhur, tidak hanya melakukan mawas diri saja tetapi harus disertai dengan mawas alam, mmawas sesama luhur. Dalam pengertian sederhana, mawas alam adalah tindakan kita dalam usaha melestarikan alam yang dianugerahkan Tuhan YME kepada kita. Alam hendaknya dilestarikan agar dapat dimanfaatkan untuk menunjjang hidup manusia dmeikian pula dalam penerapan manfaat terhadap alam dan lingkungan.




























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
To Lotang menurut bahasa Bugis artinya adalah 'orang selatan'. Zaman dulu, masyarakat ini sering mengungsi dari satu daerah ke daerah lain di Sulawesi Selatan. Setelah berkali-kali mengungsi, pada 1609, masyarakat dengan sistem kepercayaan ini menetap di Amparita berkat perintah dari Raja Sidendreng. Sistem kepercayaan To Lotang didirikan oleh La Panaungi. Kepercayaan ini ada karena pendirinya mendapatkan ilham dari Sawerigading. Sawerigading adalah jenis kepercayaan yang memuja Dewata SawwaE. Kitab suci bagi penganut sistem kepercayaan ini adalah La Galigo. Dan terdapat empat ajaran budi luhur di dalamnya yakni, nilai yang terkandung dalam hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan alam.
                                   


[1] Lamuddin Nur, Pandangan Golongan Tolotang di Kapbupaten Tingkat II Sidenreng Rappang terhadap agama Islam ( Jakarta: Skripsi IIP , 1980), hal. 21.
[2] Syukri Asaf Dalle, Toani Tolotang di Kabupaten Sidenreng Rappang , (Skripsi IAIN Alauddin UP, 1982), hal. 56.
[3] Ibid., hal. 61.
[4] Rahman Rahim, “Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis”, (Unhas, tt), hal. 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar