Rabu, 08 Mei 2013

REFLEKSI JIWA BERTAUHID


REFLEKSI JIWA BERTAUHID
(Pemahaman Menuju Tauhid Irfani)


Pengetahuan kita tentang sesuatu mengambil dua bentuk personal dan universal atau dengan kata lain empirisal dan metafisis. Demikian pula mengenai ma’rifah tentang Allah juga mengambil dua bentuk, yaitu ma’rifah hushuliyah dan ma’rifah hudhuriyah. Yang pertama melalui bukti-bukti kosmologis dan yang kedua menurut Ayatullah Taqi Misbah Yazdi (seorang ulama dan filosof Iran kontemporer) tidak diajarkan atau dipelajari sebagaimana pembelajaran konvensional melainkan melalui perjalanan ruhani.
Dalam kajian ilmu Tauhid dalam kerangka filosofis kita mengenal pembagian Tauhid dalam tiga kerangka konsepsi, yaitu Tauhid Zati, Tauhid Sifati, dan Tauhid Amali. Sehubungan dengan tema sentral kita, yaitu Tauhid Irfani (dalam kerangka teoritis), maka dikonteks ini sangat berkaitan dengan perjalanan manusia dari satu alam ke alam yang lain. Dimana diantaranya kita akan menjumpai marhalah dan martabat (station dan keudukan) perjalanan yang cukup tinggi. Olehnya itu dalam perjalanan ini kita butuh mursyid (pembimbing), karena kita tidak mengetahui hendak kemana arah langkah kita berjalan.
Berkenaan dengan hal tersebut, Mulla Shadra mengatakan bahwa ada empat perjalanan yang harus kita lakukan. Pertama ; Safar min al khalq ila Al-Haq (perjalanan dari makhluk menuju Allah), dari yang majemuk menuju yang tunggal. Bagaimana cara kita melakukan perjalanan ini?. Pada perjalanan ini pengenalan kita tentang Allah dalam wilayah konsepsi melalui bukti-bukti filosofis yang kita renungkan secara seksama. Di Maqam perjalanan ini sangat identik dengan safar filosofis, ilmiah, dan teoritis, menyangkut pemahaman kita tentang Allah. Atau dengan kata lain keutuhan niat dan keikhlasan kita dalam mencapai pemahaman pada atribut-atribut Keilahian yang ada dalam konsep ilmu Tauhid kita. Dalam fase ini tentunya kita sebagai makhluk dipisahkan dari Allah oleh berbagai martabat kemakhlukan kita, salah satunya adalah nafs (jiwa) kita. Seseorang yang hendak menuju Allah terlebih dahulu melalui nafs baik secara teoritik maupun praksis. Kemudian ia akan melalui kalbu, kalbu itupun ia harus lalui hingga menjadi ruh. Mengapa kita harus melalui ruh ini?  Sebab kita adalah materi, dibandingkan dengan sisi spiritual materi adalah gelap. Maka jiwa sifatnya gelap, dalam Alquran disebutkan ada nafs ammarah dan nafs lawwamah. Karena sifatnya yang gelap, maka dibutuhkan penyucian atau tazkiyatun nafs, inilah hijab pertama.
Hijab kedua adalah kalbu, mengapa kalbu adalah hijab? Padahal kalbu memberikan cahaya bagi nafs dan merupakan tingkatan alam ruhani. Memang kalbu memberikan cahaya bagi kita, tapi kita terkadang terpukau oleh cahaya kalbu, sehingga kita enggan untuk melanjutkan perjalanan kedua, karena kita telah puas dengan apa yang kita dapatkan di perjalanan pertama. Misalnya kita telah melakukan pembersihan diri (tazkiyatun nafs) setiap harinya. Akhlak kita telah terhiasi dengan akhlak Rasul dan para Aimmah, akan tetapi setiap harinya kita merasa cukup dan puas dengan maqam tersebut. Inilah manusia yang terperangkap pada maqam LA HUWA (BUKAN DIA), padahal ia tengah melakukan perjalanan dari makhluk menuju Allah. Oleh karena itu kita perlu mempersiapkan (melatih) nafs kita menembus cahaya kalbu kita dengan menemukan kesucian kita dari penghalang-penghalang dan godaan-godaan, agar kita dapat termotivasi dalam keikhlasan dan rasa syukur kepada Allah SWT.
Hal ini pun menurut Sayyid Haydar Amuli adalah tingkatan tauhid yang paling rendah, yakni Tauhid Fi’li (Tauhid perbuatan). Perjalanan kita masih disibukkan dengan nerlindung dari siksa Allah  dan mengharap ampunanNya. Ia sudah mengesakan Allah pada yingkat perbuatan (fi’li). Tauhid semacam ini berada pada tingkatan syariat atau Tauhid orang awwam. Kelompok ini terdiri dari dua golongan, yaitu golongan orang-orang yang bertauhid karena mengikuti orang lain atau guru-guru mereka, dan orang yang berhasil memahami keyakinan mereka melalui proses rasional dengan berupaya merenungkan pemahamannya hingga pada Allah sebagai sebab pertama yang Wajibul Wujud. A’udzu bi afwika min ‘ikabiqa (aku berlindung dengan ampunanMu dari siksaMu)
Perjalanan kedua adalah Safar fi Al-Haq ma’a Al-Haq (Perjalanan dalam Allah bersama Allah).  Perjalanan ini telah melewati perjalanan pertama dengan tiga marhalah (terminal) nafs, kalbu, dan ruh. Pada perjalanan ini ada tiga marhalah pula yang harus dilewati oleh seorang salik (pesuluk atau pengembara spiritual). Pertama maqam sirr (fana’ fi zati) atau kita kenal dengan ekstase. Kedua maqam khafiy (fana dalam sifat Allah). Dan ketiga maqam akhafa (fana dalam zat dan sifat Allah). Pada tingkatan ini seorang hamba tidak lagi melihat hubungan sebab akibat antara dirinya dengan Allah, yang dilihatnya kini adalah sifat-sifat Allah. Ia tidak melihat lagi sifat-sifat selain Allah. Ia melihat pengemis kecil dipinggir lampu merah yang makan dengan lahapnya sebagai ungkapan sifat kasih sayang Allah. Ia menyaksikan derita orang-orang yang ingkar kepada risalah Allah sebagai manifestasi murkaNya. Mereka “merasakan” sifat-sifat Allah bukan lagi dengan mata lahiriyahnya, melainkan dengan pandangan batinnya yang telah menembus dimensi metafisis, ia memahami kesempurnaan sifat Allah bukan hanya dengan akalnya, tapi juga dengan kalbunya. Tidak ada fa’il lain selain Allah dan mereka menyerahkan segala urusan hanya kepadaNya. Sebagaimana yang dikatakan dalam firmanNya “Allah ridha dengan mereka dan mereka ridha dengan Allah (QS, 5 : 119).
Sampai disini mereka mencapai maqam Tauhid Sifati, maqam keridhaan Allah fana dalam sifat Allah. Jika di perjalanan pertama kita selamat dari syirik besar, di maqam ini kita lepas dari syirik tersembunyi. Kini tidak ada lagi wujud hamba, yang ada hanya wujudNya. Fana……. Tidak ada lagi LA HUWA kecuali HUWA, kemana pun kamu berpaling disitu ada wajah Allah (QS, 2 : 115). Tauhid Zati, Tauhid pada tingkat hakikat kebenaran. Ana Al-Haq sebagaimana dikatakan oleh Mansur Al-Hallaj. Mereka menyaksikan Allah dengan cahayaNya, melihat Allah dengan Allah, dan mengetahui Allah dengan Allah bukan lewat perantara yang lain sebagaimana kaum awwam.
Salman Al-Farisi, sahabat Rasulullah saww dan ahlulbaitnya berada di maqam ini, sebagaimana sabda Rasulullah saww, “Sesungguhnya syurga lebih merindukan Salman ketimbang Salman merindukan syurga.”  Maqam realisasi spiritual dalam perjalanan kedua ini adalah kefanaan dalam zat dan sifat Allah. Inilah yang disebut oleh Rasulullah saww “Kebaikan orang yang berbuat kebajikan adalah keburukan bagi orang yang didekatkan kepada Allah.” Audzu biridhaka an sakhatik wa audzubika minka

Rabu, 03 April 2013

PENYALAHGUNAAN JEJARING SOSIAL

PENYALAHGUNAAN JEJARING SOSIAL (FACEBOOK) YANG  MEMPENGARUHI TINGKAT KEIMANAN MAHASISWA
UIN ALAUDDIN MAKSSAR

Melihat realitas yang berkembang sekarang penggunaan jejearing sosial (facebook) sangat populer di kalangan masyarakat maupun mahasiswa. Belakangan ini mulai marak munculnya jejaring sosial, seperti facebook, twitter, myspace, dan lain sebagainya. Hampir seluruh lapisan mahasiswa di uin alauddin makssar, khususnya di fakultas ushuluddin telah mengakses jejaring sosial. Mulai dari murid sekolah dasar hingga mahasiswa menjadi pengguna jejaring sosial tersebut. Salah satu jejaring sosial yang sedang marak saat ini adalah Facebook. Facebook adalah situs sosial networking yang menghubungkan orang satu dengan yang lain. Dapat saling berkirim pesan hingga mengetahui aktifitas orang lain, dengan segala fitur yang dimilikinya.
Facebook, mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar orang. Facebook adalah jaringan sosial pertemanan paling populer di Indonesia pada saat ini. Jaringan facebook sangatlah luas berkembang sampai kesudut-sudut penjuru dunia. Segala kemungkinan yang menyangkut hubungan relation antar sesama manusia biasa terjadi di jaringan ini mulai dari hubungan kerja, pemanfaatan sebagai sarana penjualan sampai hal-hal yang burukpun dapat terjadi. Maka tidak heran kalo facebook dalah salah satu situs jejaring sosial yang sangat di gemari oleh masyarakat terutama di kalangan mahasiswa.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa, banyak kalangan mahasiswa di uin alauddin makssar menyalahgunakan facebook. Sehingga, banyak orang melihat bahwa facebook merupakan situs jejaring sosial yang mengakibatkan banyak dampak buruk terhadap mahasiswa ketimbang memberikan dampak positif. Contoh dari dampak buruk penggunaan facebook di kalangan mahasiswa adalah membuat mahasiswa menjadi malas belajar, mengundur kewajiban melakukan ibadah sehingga secara berlahan- lahan akan mempengaruhi tingkat keimanan dikarena asyik dengan facebook dan membuang waktu yang sia-sia untuk facebook. Kita juga sering melihat bahwa pada jam kuliah terdapat beberapa mahasiswa yang asik online facebook daripada mendengarkan dan mengikuti perkuliahaan. Tetapi jika menggunakan situs jejaring facebook ini dengan benar dan sesuai keperluan, akan mempunyai dampak positif yaang bagus. Antara lain adalah kita dapat bertukar informasi tentang perkuliahaan sehingga mahasiswa tidak akan tertinggal informasi. Yang kedua adalah kita dapat mempererat silahturami antar mahasiswa sehingga kita dapat lebih akrab. Ketiga kita juga dapat mengetahui potensi diri kita karena di dalam facebook terdapat kuis-kuis yang sangat bermanfaat. Facebook juga dapat dijadikan media promosi. Selain itu, kita juga bisa mebuat forum diskusi tentang materi perkuliahaan



Senin, 25 Maret 2013

Tentang Cinta


TENTANG CINTA

Mistisisme cinta Rumi
Inilah cinta : terbang tinggi ke langit mikraj mencampakkan,
setiap saat ratusan hijab mula mula dengan menyangkal dunia (zuhud)
 pada akhirnya jiwa berjalan tanpa kaki jazad
sejak itu jiwa telah memandang dunia telah raib
dan tak peduli apa yang tampak di depan mata.
O hati, ku restui kau dan ku izinkan
Memasuki lingkaran para pecinta.
Memandang jauh ke balik dunia rupa
Menembus lubuk terdalam hakikat
Dari mana nafas ini datang kepadamu o jiwa ku
Dari mana keasyikan ini datang o hati
O, burung (ruh) bicaralah dalam bahasa burung.
Kini ku tahu makna tersembunyi kata-katamu.

Kali ini seluruh tubuhku telah diselubungi cinta
Kali ini seluruh diriku bebas dari kepentingan dunia
Setiap berhala dari empat anasir tubuh telah kululuhkan
Sekali lagi aku menjadi muslim, sabuk kekafiran telah ku lepaskan
Sesaat aku  mengedari sembilan angkasa raya
Ku kitari planet dan bintang bintang mengikuti sumbunya
Sesaat aku gaib disuatu tempat rahasia aku berada bersamaNya


Rabiahtul adawiah
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan karena diriMu
Cinta karena diriku
Adalah senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu
Adalah keadaanku mengungkap tabir
Sehingga Engkau ku lihat
Baik ini maupun itu, pujian bukanlah bagiku
Bagi Mu lah pujian untuk kesemuanya

Tak ada jarak antara yang mencinta dan yang dicinta
Cinta adalah pengungkapan dari rasa rindu
Barang siapa yang merasakan ia akan mengenal
Barang siapa menuturkan, ia sendiri tidak dapat dituturkan
Bagaimana engkau akan menuturkan sesuatu
Sedangkan engkau sendiri lenyap di hadiratNya
Lebur dengan wujudNya
Sirna karena menyaksikanNya
Dalam kondisi sehat engkau  mabuk dibuatNya
Dengan memusatkan perhatian kepadaNya
Engkau menjadi mantap
Dengan bersenang senang denganNya engkau menjadi sedih
Rasa bingung menahan hati untuk mengungkapkan sesuatu

Jumat, 22 Maret 2013

filsafat dasar


Apakah Filsafat itu?

Banyak orang mengira bahwa filsafat itu tidak dapat atau sulit dimengerti oleh rakyat biasa, dan merupakan salah satu mata kuliah yang paling sulit dan abstrak di dalam perguruan tinggi. Dengan kata lain, filsafat itu di pandang sebagai sesuatu yang tak ada atau sedikit sekali hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Padahal tidak demikian. Pada setiap hari dapat kita jumpai jejak-jejak atau potongan-potongan fikiran filsafat.
Si A yang sudah puluhan tahun merantau diluar negeri pada suatu waktu berkenan untuk pulang ke tanah air Indonesia. Begitu tiba di Jakarta ia dikejutkan dengan wajah betawi yang baru sama sekali baginya, sehingga ia tidak mengenali lagi kampung-kampung yang ia tempati puluhan tahun yang lalu. Jalan-jalan kini lebar- lebar dan licin, bermalang melintang dan penuh dengan berbagai kendaraan bermotor yang membisingkan, gedung-gedung pencakar langit pun menjulang disana-sini dengan aneka lampu neon yang memberikan pandangan indah pada malam hari, banyak pusat pusat perbelanjaan, Super market atau plaza disamping pasar loak dan kaki lima. Pendek kata, betawi sekarang tidak jauh beda dengan kota-kota besar di Eropah dan amerika sana, walaupun nampak sangat jorok dengan tumpukan sampah dimana-mana, yang tak pernah dijumpainya di jaman kolonial. Tetapi yang lebih mengejutkan dan juga membanggakan ialah bahwa penguasa kolonial telah tidak ada lagi,penguasa bangsa sendiripun ternyata mampu menjalankan roda pemerintahan. Polisi dan tentara juga tidak kalah galak dan bengisnya dari pada polisi dan tentara di jaman kolonial. Ketika ia ditengah tengah kerabatnya ia mendapati kenyataan banyak diantara mereka yang sudah meninggal dan ada yang menjadi pembesar dan kaya raya, dst.
Hasil pengamatan seperti ini telah memberikan kesan yang mendalam kepadanya bahwa segala sesuatu itu berubah, tidak langgeng. Dan fikiran bahwa SEGALA SESUATU ITU BERUBAH, TIDAK LANGGENG ini adalah sepotong pikiran filsafat, menurut ilmu filsafat inilah fikiran dialektis, yang merupakan bagian dari suatu sistim filsafat dialektika.
Mari kita lanjutkan contoh diatas tadi. Pada suatu ketika si A tadi yang setalah beberapa waktu kembali ke tanah air, memperhatikan lebih dalan kehidupan rakyat kecil, kehidupan kaum buruh, kaum tani dan kaum miskin di perkotaan, serta pengrajin dan nelayan, dan mengetahui bahwa nasib mereka tetap miskin dan sengsara. Dilain pihak, ia melihat pemilik-pemilik modal raksasa asing (kaum Imperialis) masih tetap merajalela dan bahkan menguasai kehidupan perekonomian dan keuangan Indonesia walaupun pemerintahan kolonial sudah tidak ada lagi. Kenyataan- kenyataan yang keras ini telah memberikan suatu kesan padanya bahwa segala sesuatu TETAP TIDAK BERUBAH, SEMUA TETAP DAN LANGGENG. Pikiran semacam inipun, merupakan sepotong fikiran filsafat. Dan dalam ilmu filsafat ini dikenal dengan pikiran stastis, merupakan sebagian dari sistim filsafat metafisika, dalam pengetian non- dialektis.
Dari contoh diatas dapat kita ketahui dengan jelas bahwa suatu fikiran filsafat itu dilahirkan dari fikiran-fikiran yang hidup dalam perjuangan manusia sehari-hari untuk mempertahankan dan memperbaiki kehidupannya dan mempertinggi martabat kemanusiaan. Sungguhpun demikian, fikiran filsafat tidaklah sama dengan fikiran yang hidup sehari-hari. Diantara keduanya terdapat perbedaan kwalitas atau sifat. Sebagaimana yang kita ketahui dari contoh diatas itu, bahwa pikiran sehari-hari itu adalah KHUSUS dan KONGKRIT, misalnya “wajah jakarta berubah”, “keadaan politik di Indonsia berubah”, “nasib kaum tani dan buruh di indonesia tetap miskin dan sengsara”, “penanaman modal asing di Indonesia semakin besar”, dsb. Sedangkan pikiran filsafat, yang merupakan penyimpulan dari pikiran-pikiran sehari-hari yang mencerminkan kenyataan-kenyataan khusus dan kongkrit, dan bersifat hakiki, umum dan abstrak.
Kembali pada contoh diatas. bahwa si A pada situasi tertentu timbul kesan : “segala sesuatu senantiasa berubah”, tapi pada situasi lain timbul kesan sebaliknya. Lalu bagaimana sebenarnya, apakah segala sesuatu itu berubah atau tidak berubah ? Bagi si A yang tidak pernah belajar filsafat atau tidak punya pegangan pada suatu sistim filsafat tertentu, sudah tentu menjadi bingung dan tidak dapat menjawabnya, dan ia akan selalu diombang-ambing oleh perkembangan situasi. DISINILAH LETAK SALAH SATU ARTI PENTING DARI HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN KEHIDUPAN KITA SEHARI-HARI, APA LAGI BAGI KAUM PROGRESIF-REVOLUSIONER.
Mungkin ada kawan yang mengatakan bahwa kenyataan menunjukkan, orang yang tidak belajar filsafat atau tidak memiliki sistim filsafat tertentu toh juga bisa hidup. Memang, tidak memiliki sistim filsafat tertentu bukan berarti tidak bisa hidup, tapi hidupnya akan selalu dalam keadaan meraba-raba atau terombang-ambing oleh keadaan. Lagi pula banyak orang, secara tak sadar memegang sebuah sistim filsafat tertentu, misalnya mereka yang patuh menjalankan ajaran agamanya, sudah mengandung sebuah sistim filsafat tertentu. Demikian juga bagi mereka yang yakin bahwa nasibnya sudah ditentukan hanya oleh Yang Maha Esa, sehingga menerima apa saja adanya, maka secara tidak sadar ia telah berpegang pada fatalisme, bagi mereka yang hidup tanpa pegangan filsafat tertentu, sadar atau tidak selain mudah terombang-ambing oleh keadaan, juga mudah terjerumus ke dalam dunia mistik atau dunia spekulatip, yang tak lain adalah perjudian, yang lebih banyak kegagalan daripada keberhasilan, ia suka bersikap avonturis atau labil
Mengapa sebuah sistim filsafat dapat memberi pedoman hidup pada kita ? Sebagaimana yang dikemukakan diatas bahwa fikiran filsafat yang merupakan penyimpulan dari fikiran sehari-hari yang khusus dan kongkrit adalah bersifat hakiki, umum dan abstrak. Oleh karena itu maka fikiran-fikiran filsafat dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk mengenal hal-hal yang khusus dan konkrit yang selalu kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pikiran-pikiran filsafat yang dilahirkan dari berjuta-juta manusia dalam perjuangan hidupnya sehari-hari, maka para filosof, menurut keyakinannya masing-masing mengadakan penelitian dan seterusnya menyusun sistim filsafat tertentu yang lengkap dan konsisten. Dengan perkataan lain suatu sistim filsafat mencerminkan keadaan dunia semesta ini (alam masyarakat dan pikiran) secara menyeluruh, mendasar dan umum, atau sebuah sistim filsafat itu menyatakan keadaam dunia secara teori; dan dengan teori itu kita gunakan untuk memecahkan masalah-masalah konkrit dan khusus yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Sudah tentu, filsafat itu mengalami perkembangan. Bermula pada jaman Yunani kuno, filsafat sudah mencakup segala macam pengetahuan bahkan segala macam keterampilan, semua seni dan kerajinan tangan (art and craft), sehingga filsafat pada saat itu mengandung arti: suka mengejar segala macam keterangan, pengetahuan dan kebijaksanaan, hingga merupakan bidang yang sangat luas. Dengan makin berkembangnya pengetahuan manusia terhadap dunia sekelilingnya, maka timbulah spesialisasi dalam pengetahuan, terciptalah berbagai macam ilmu pengetahuan khusus, alam ataupun sosial. Akibatnya pengetahuan-pengetahuan satu demi satu keluar dari bingkai filsafat dan memasuki cabang-cabang ilmu khusus masing-masing. Filsafat alam masuk ke dalam ilmu alam, filsafat hukum masuk ke dalam ilmu hukum, filsafat sejarah masuk ke dalam ilmu sejarah dsb. Dan yang terakhir yang keluar dari filsafat adalah ilmu psikologi. Lalu apakah yang masih tertinggal dalam ilmu filsafat ? Yang tertinggal adalah cara berpikir atau metode berpikir. Sungguhpun demikian sampai sekarang filsafat masih mempertahan lima subyek persoalan yang diakui oleh umum yaitu: etika, politik, logika, estetika dan metafisika. Secara umum ilmu filsafat adalah suatu bidang studi tentang saling hubungan antara pikiran manusia atau dunia subyektif dengan keadaan di sekelilingnya atau dunia obyektif.

Masalah terpokok dalam Filsafat

Seperti yang telah dikemukakan bahwa filsafat adalah studi tentang hubungan antara fikiran manusia dan keadaan sekelilingnya, antara dunia subjektip dan dunia objektip. Dalam hubungan antara pikiran atau ide manusia dan keadaan atau kenyataan di sekelilingnya itu, sudah tentu banyak terdapat persoalan. Tetapi diantaranya, yang paling pokok dan mendasar adalah antara fikiran dan keadaan atau antara ide dan materi, yang manakah yang lebih dahulu. Ini menjadi masalah yang terpokok dan paling mendasar, karena setiap sistim filsafat atau pandangan dunia, mau tak mau harus menjawab hal ini. Dan jawabannya adalah menjadi pangkal tolak pandangan filsafatnya.
Dalam dunia filsafat terdapat banyak macam aliran atau sistim filsafat, tetapi jawaban terhadap masalah pokok ini terbagi dalam dua kubu sistim filsafat yang besar. bagi mereka yang berpendapat bahwa pikiran atau ide ada terlebih dahulu atau primer dan keadaan atau materi adalah sekunder, karena dilahirkan atau ditentukan oleh pikiran, maka mereka tergolong dalam kubu IDEALISME. Misalnya mereka yang mengatakan : sebelum gedung pencakar langit itu ada, terlebih dahulu ia sudah ada didalam otak sang insinyur yang merancang pembangunannya. Kemudian idenya itu dituangkan dalam gambar cetak biru dan akhirnya dibangunlah gedung itu berdasarkan gambar tadi. Jadi gedung itu adalah perwujudan kongkrit dari ide yang sudah ada lebih dahulu. Demikian pula sebelum Indonesia merdeka, ide atau gagasan tentang indonesia itu sudah ada lebih dahulu dalam pikiran pejuang nasional kita, di dalam pikiran rakyat indonesia.
Sebaliknya mereka yang berpendapat, bahwa keadaan atau materi itu primer dan pikiran atau idea itu sekunder, tergolong dalam kubu MATERIALISME. Terlihat misalnya, bahwa keadaan penghidupan manusia yang membutuhkan tempat berteduh telah melahirkan ide dialam pikirannya untuk membangun rumah. Oleh karena di dalam kota-kota besar jumlah penduduk membesar, maka kebutuhan tanah untuk perumahan akan makin besar pula, sehingga harga tanah akan membumbung tinggi, dan keadaan ini yang menimbulkan ide untuk membangun rumah bertingkat. Demikian juga idea tentang Indonesia merdeka dilahirkan oleh keadaan hidup bangsa dan rakyat Indonesia yang menderita karena penindasan dan penghisapan kolonialisme. Jadi idea atau pikiran itu tak lain adalah pemurnian atau refleksi keadaan atau kenyataan yang material.
Dua kubu besar filsafat itu, Idealisme dan materialisme, sejak dari dulu kala sampai sekarang, saling berlawanan dalam segala pandangannya, justru karena jawaban mereka terhadap masalah terpokok tersebut berlawanan. Dengan perkataan lain titik tolak pandangan mereka bertentangan satu sama lain, masing-masing berkeras mempertahankannya. Oleh karena itu, sejarah filsafat pada dasarnya adalah sejarah perjuangan antara materialisme dan Idealisme. Pengalaman sejarah selama ini menunjukkan, pada umumnya, bahwa materialisme selalu mewakili pandangan dunia klas yang maju, sedangkan idealisme mewakili pandangan dunia klas yang reaksioner. Ketika borjuasi Eropah melawan kekuasaan feodal, mereka mengangkat materialisme sebagai senjata perlawanan mereka. Misalnya borjuasi Perancis mengibarkan tinggi-tinggi materialisme sewaktu menjelang revolusi besar perancis (1789). Tetapi setelah revolusi demokratis borjuis menang dan kaum borjuis naik tahtah, mereka melemparkan materialisme dan mengibarkan kembali idealisme yang tadinya menjadi senjata ideologis klas feodal. Kini materialisme umumnya menjadi senjata ideologi dari klas dan rakyat revolusioner dalam perjuangannya untuk demokrasi dan kebebasannya, dan idealisme menjadi senjata ideologi dari klas dan penguasa yang reaksioner dan kontra revolusi, anti demokrasi dan anti rakyat.
Diantara dua kubu besar filsafat yang bertentangan keras itu, terdapat suatu aliran filsafat yang kelihatannya sebagai aliran ketiga atau non-blok, tidak berpihak pada monoisme-idealis ataupun monisme-materialis. Mereka berpendapat bahwa antara ide dan materi, antara pikiran dan keadan kongkrit, tak ada yang primer atau sekunder, tak ada yang satu menentukan keadaan yang lain, masing masing saling mempengaruhi. Pendek kata kedua kubu itu “ko-eksistensi secara damai “. Aliran ini dalam ilmu filsafat disebut DUALISME. Tokohnya yang terkenal adalah Immanuel kant, bapak filsafat klasik jerman abad 19.
Kantianisme ini nampak jelas hendak menempuh jalan kompromi, “jalan tengah”, tak mau membenarkan atau berpihak pada manapun, berdiri ditengah-tengah kedua belah bihak yaitu antar materialisme dan idealisme. Padahal ia adalah bagian dari salah satu bentuk idealisme, karena pandangan yang menjadi titik tolaknya adalah karangan idea subjektifnya, tidak sesuai dengan kenyataan objektip. Pandangan yang idealis ini banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, malahan juga masih terdapat dalam kelompok kaum progresip ataupun yang revolusioner. Misalnya tidak sedikit mereka dapat menerima materialisme , tapi di pihak lian masih belum bisa melepaskan dirinya dari ikatan-ikatan idealisme (mistik, tahyul dsb) dan banyak diantaranya akhirnya melepaskan materialisme dan jatuh sepenuhnya dalam jurang-jurang idealisme itu.
Sudah tentu dalam kubu idealisme terdapat berbagai aliran atau cabangnya, tapi pada pokoknya dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan pangkal atau titik tolak pandangannya. Golongan pertama, IDEALISME OBJEKTIF, yaitu mereka yang berpangkal tolak dari ide yang secara objektip ada diluar manusia, misalnya, ide Tuhan menurut filsafat agama dan ide absolut menurut filsafat Hegel. Golongan ini umumnya berpendapat, misalnya adanya kehidupan dan alam semesta karena perwujudan dari ide Tuhan sang pencipta. Dalam kehidupan keseharian, fikiran filsafat semacam ini kita jumpai antara lain misalnya :” apa mau dikata, nasibku memang sudah ditakdirkan demikian “ dsb.
Golongan kedua adalah IDEALISME SUBJEKTIF, ialah mereka yang berpendapat bahwa ide subjektip kita manusia menentukan keadaan dunia sekeliling. Tokoh yang terkenal adalah Bishop George Berkeley, seorang filsuf Inggris yang menyangkal adanya dunia material secara objektip. Dalam kehidupan keseharian dapat kita jumpai misalnya: “ keadaan dunia ini tergantung dari suasana hatimu, bila hatimu bahagia, dunia ini menjadi cerah, tapi bila hati muram, maka dunia menjadi gelap gulita”; “ Dunia menjadi hitam jika kamu memakai kaca mata hitam, tapi ia akan menjadi semarak jika mengenalkan warna merah.”
Dalam kubu materialisme pun terdapat aneka ragam aliran yang pada pokoknya dibagi menjadi dua golongan. Tetapi, berbeda dengan pembagian dalam kubu idealisme yang berdasarkan pada titik tolak pandang, maka dalam kubu materialisme ini berdasarkan pada metode berpikirnya. Sebab titik pangkal tolak pandangannya adalah sama ialah dunia kenyataan material yang berada disekeliling kita. Tapi karena cara atau metode memandangnya berbeda, maka hasilnyapun berbeda. Golongan pertama adalah MATERIALISME DIALEKTIS, yaitu filsafat yang memandang dunia semesta ini secara keseluruhan, tidak sepotong-sepotong atau berat sebelah, tidak beku atau statis, melainkan dalam suatu proses perkembangan yang terus menerus tiada akhirnya. Fikiran-fikiran materialisme dialektik inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua fikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.
Golongan lainnya adalah MATERIALISME METAFISIK, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Fikiran-fikiran berazaskan golongan ini misalnya:”sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.

Titik pandang, Metode berpikir dan asal-usul klas

Dari uraian diatas dapat kita ketahui, bahwa setiap sistim filsafat atau pandangan dunia mempunyai dua unsur fundamental, yakni titik tolak atau pangkal pandangan dan metode berpikir Suatu sistim filsafat yang dapat mencerminkan secara tepat keadaan dunia objektip disekeliling kita sudah tentu harus memiliki titik tolak-pangkal pandangan dan metode berpikir yang tepat. Persoalannya sekarang ialah : Apa titik tolak-pangkal pandang yang tepat itu dan bagaimana metode berpikir yang tepat itu ?
Sudah dikemukakan bahwa titik tolak pandang pada dasarnya ada dua : Idealis dan materialis. Dari contoh-contoh yang diberikan masing-masing mempunyai alasan yang cukup kuat untuk mengklaim dirinya benar. Sudah tentu tidak mungkin keduanya benar atau salah, kecuali kalau kita menganut dualisme. Diantara meraka pasti hanya ada satu yang benar. Yang manakah ? Idealis atau materialis ?
Titik tolak pandangan yang benar adalah yang berdasarkan pada kenyataan objektip sebagaimana adanya , tanpa diberi bumbu subjektip sedikit pun , harus berdasarkan hasil-hasil studi dan penelitian ilmiah dari data dan fakta dunia objektip di sekeliling, harus berdasarkan penyimpulan-penyimpulan ilmiah dari pengalaman praktis perjuangan rakyat dalam proses produksi dan revolusi. Sekali-kali jangan berdasarkan terkaan-terkaan subjektip dan spekulatip, atau main “sekiranya mesti Begini”. Sebagai sebuah ilustrasi :
‘Pada suatu waktu si kelinci sedang asik bermain dengan temannya, tiba-tiba ia berlari sambil berteriak “Api !”, diikuti temannya mengejar dibelakang. Si kambing yang sedang merumput melihat kelinci berteriak sambil berlari, berpikir dalam benaknya “kobaran api melahap hutan dengan mengerikan”, maka ia segera melompat dan mengajak anak-anaknya untuk lari dan berteriak keras-keras “Api-Api !! “ dan semua penghuni hutan yang melihat mereka berlari ikut berlari, tanpa banyak tanya. Dan bertemulah mereka dengan si Kancil yang menghentikan mereka dan bertanya sampai sejauh mana api menjalar dan tak satu pun yang dapat menjawab. Si kancil pun mengusut dan akhirnya bertanya pada kelinci, si kelinci menjawab bahwa ia semula bermain dengan temannya yang sedang menjadi lakon “api”, dan setelah melihat sikambing lari terbirit-birit dan berteriak “Api” maka kelinci mengira ada kebakaran sungguhan. Kancil tertawa dan mengajak mereka melihat kebelakang “kalau ada kebakaran tentu ada asapnya mengepul. ternyata tidak ada sedikitpun asap”.
Dongeng ini menunjukkan bahwa si kelinci, kambing dsb., dalam menghadapi persoalan (kenyataan objektip) bertitik tolak dari dugaan, interprestasi, perkiraan subjektip, sedang si kancil bertitik tolak pada kenyataan objektip, sebagaimana adanya, bebas dari segala dugaan, dari tafsiran subjektif. Dongeng- dongeng seperti ini banyak kita jumpai.
Yang paling parah adalah pembumbuan subjektip yang sesungguhnya sangat berbahaya dalam perjuangan. Cara atau metode berpikir yang benar tidak dapat dilepaskan dari pangkal pandangan yang benar, dengan perkataan lain, metode berpikir yang benar itu adalah metode yang sesuai dengan kenyataan objektip. Karena kenyataan objektip itu bergerak dan berkembang, maka kita harus memandangnya secara dinamis, mengikuti gerak dan perkembangannya. Oleh karena kenyataan itu punya banyak segi, maka kita harus berusaha mengenal segala seginya. karena kenyataan objektip mempunyai saling hubungan internal (antar bagian-bagiannya ) dan hubungan eksternal( antar kenyataan itu dengan kenyatan-kenyataan yang lain disekitarnya), maka kitapun harus menelitinya. hanya dengan cara demikian kita baru bisa mengenal atau mencerminkan kenyataan itu sebagaimana adanya, tanpa ada sedikitpun unsur subjektip di dalamnya. Inilah metode berpikir dialektika materialis. Inilah metode ilmiah yang digunakan oleh para ilmuan dalam ilmu alam maupun Sosial.
Jika dunia yang bergerak ini kita pandang sebagai hal yang diam atau statis, kita akan menganggap sebagian kenyataan sebagai keseluruhan kenyataan, kenyatan yang saling berhubungan kita anggap terpisah-pisah, maka kita tidak dapat memahami kenyataan itu sebagaimana adanya atau secara tepat. Cara atau metode berpikir yang semikian kita sebut metode berpikir metafisika dalam pengertian non-dialektik.
Kita yang percaya pada perubahan radikal dan revolusioner, menjadi harus dengan teguh dan konsisten serta ilmiah menggunakan metode berpikir yang dialektik materialis. dalam menghadapi apapun dan kondisi yang bagaimanapun.
Setiap orang mempunyai kedudukan tertentu dalam masyarakat. Dalam masyarakat berkelas ia tergolong ke dalam dan mempunyai kepentingan klas tertentu. Keadaan ini sangat mempengaruhi pikiran dan panda- ngannya., dengan perkataan lain, asal-usul klas seseorang ikut menentukan pandangan klasnya. Oleh karenanya ,walaupun seseorang mempunyai pandangan filsafat yang benar, tapi bila hasilnya itu ternyata bertentangan dengan kepentingan klasnya, maka kaum borjuis, mereka dihadapkan pada suatu pilihan : menghianati klasnya atau melepaskan pandangan filsafatnya yang benar itu. Kalau ia hendak mempertahankan kepentinagan klasnya ia tak dapat secara konsisten mempertahankan sistim pandangan filsafatnya yang benar itu.
Kaum Borjuis Eropa ketika sebagai klas tertindas (walaupun ia juga bagian dari klas yang ikut menghisap tenaga kerja orang lain), sebagai klas yang progresip dan revolusioner, melawan kekuasaan feodal, mempersenjatai diri dengan materialisme (sekalipun materialisme perancis pada abad 18 adalah materialisme mekanis). Tetapi sewaktu kaum borjuis ini berkuasa mereka menjadi penindas dan penghisap klas pekerja dan menjadi klas yang reaksioner atau kontra revolusi. Mereka berbalik mengibarkan panji- panji idealisme. Dalam hal-hal tertentu , kaum borjuis misalnya menggunakan pandangan dan metode ilmiah atau materialisme dialektik terhadap gejala alam dan tehnologi, karena penguasaan terhadap tehnologi dan alam itu sesuai dengan kepentingan mereka. Tetapi mengenai gejala-gejala sosial dan peristiwa-peristiwa sejarah mereka tidak konsisten menggunakan titik pandang dan metode yang ilmiah lagi. Mengapa ? Tidak lain karena materialisme dialektis akan mengungkapkan kenyataan masyarakat kapitalis apa adanya, dimana terdapat penghisapan modal (kapitalis) terhadap tenaga kerja, penghisapan klas kapitalis terhadap klas buruh dan rakyat pekerja lainnya, terhadap kepincangan- kepincangan dan stagnasi yang menghambat perkembangan masyarakat untuk lebih maju. Dan hanya klas pekerja yang mampu mengubur sistim sosial kapitalisme dan akan membawa manusia ke tingkat yang lebih tinggi, masyarakat adil dan makmur, yang bebas dari kemiskinan dan segala macam ketidak adilan, bebas dari penghisapan atas manusia oleh manusia. Semua itu tentu saja tidak akan menguntungkan klas kapitalis. Maka mereka sangat memusuhi dan selalu menyebarkan idealisme menyesatkan yang membohongi rakyat pekerja. Sebaliknya Filsafat materialisme dialektik yang dapat mencerminkan kenyatan dengan objektip menjadi senjata paling ampuh bagi rakyat yang tertindas dalam perjuangan untuk pembebasan mereka.
Jadi untuk dapat memiliki suatu sistim filsafat yang tepat, tidak hanya titik tolak dan metode yang tepat dan benar, tapi juga mempunyai pendirian klas yang tetap, artinya keberpihakan terhadap klas yang paling tertindas yaitu klas pekerja. Untuk dapat memilikinya dan mempertahankan dengan konsisten : pangkal pandang, metode berpikir, dan pendirian klas yang tepat, tidak hanya cukup belajar memahami dan menguasai materialisme dialektika, tapi yang lebih penting: ikut ambil bagian, aktif dalam kerja untuk perjuangan klas yang paling tertindas secara aktual. Hanya dengan ikut serta langsung dalam proses perjuangan kita dapat memahami, menguasai, mempertahankan secara konsisten pandangan filsafat yang tepat dan benar ini.